Saya semakin percaya bahwa belajar bisa terjadi begitu saja dan di mana saja. Itu saya sadari Sabtu (24/9/2012) lalu. Mulanya saya hanya berniat mengisi akhir pekan dengan pergi ke acara pensi sekolah. Namun, rupanya, seorang teman meminta saya untuk datang ke kelas Akademi Berbagi di Tangerang. Saya tanyakan siapa guru yang mengajar, teman saya menyebutkan nama Danny Tumbelaka. Saya hanya pernah sekali dua kali mendengar nama itu sebagai seorang fotografer. Tawaran itu akhirnya saya iyakan, dan rupanya saya mendapatkan pelajaran tambahan di akhir pekan.
Danny Tumbelaka. Botak dan bercelana pendek. Dia membawa rupa-rupa kamera, beberapa di antaranya kamera saku yang sudah tidak diproduksi lagi. Dia segera menarik perhatian saya ketika mulai bercerita bahwa ia diusir keluarganya ketika memutuskan untuk hidup dari fotografi. Padahal ia tak bermodal uang banyak, kamera yang dipunya pun seadanya. Dia meyakinkan saya dan beberapa teman yang hadir bahwa memotret tak harus menggunakan kamera mahal. Bagus tidaknya sebuah foto itu bernilai relatif. Jadi yang penting adalah cobalah memotret dengan kamera apa saja yang ada. Mencoba itu perlu, tetapi kalau mau serius hidup dari fotografi, hindari sekadar coba-coba. Kalau mau profesional, ya harus serius. Terus dan terus dia bercerita tentang pengalamannya menceburkan diri di dunia potret memotret itu. Kadang ngeri, kadang haru. Teman-teman lain juga berbagi pengalaman berfoto mereka.
Ah, saya agak tertohok. Ilmu itu bisa berlaku di segala hal. Intinya, kalau mau dapatkan karya berkualitas, rumusnya cuma satu: BERLATIH! Mau buat karya foto yang bagus, ya banyak memotret. Mau buat novel bagus, ya banyak menulis. Dan semua bisa jadi bagus, kalau kita mau mencoba. Sederhana, tinggal balik lagi ke kita, mau mencoba serius atau tidak?
Sepulang dari kelas Akber itu, saya dan teman-teman lanjut ke pensi. Masih teringat apa yang Danny bilang tadi, saya akhirnya mencoba memotret. Yakin dulu bahwa dengan alat apapun kita tetap bisa menghasilkan karya bagus. Dengan kamera di Blackberry Onyx2 dan pencahayaan seadanya, saya coba jepret. Lalu, beginilah hasilnya, baguskah? ๐
Terimakasih kehadirannya si AkBer Tangerang hari Sabtu 22 September 2012 yang lalu.
Senang sekali bisa bantu semangat berkarya lagi.
Ada sedikit koreksi, bahwa saya tidak diusir oleh keluarga, namun era 80-an memang belum lazim pekerjaan sebagai jurufoto, kecuali sudah menjadi figur seperti Mas Darwis Triadi, Mas Ferry Ardianto dan almarhum Mas Dicky WP. Banyak yang melupakan proses dan perjalanan menjadi jurufoto sepert beliau-beliau.
Saya tidak mau ribut, karena itu saya keluar dulu dari rumah. Untuk buktikan kepada diri saya sendiri kemampuan mencari nafkah sebagai jurufoto.
Demikian.
Terimakasih dan kita kumpul lagi dengan teman-teman tuk. Hunting atau wiskul sambil motret… Hahaha…
Ups, maaf salah dengar aku ya. Makasih ralatnya.
Hayuk yuk, motret makanan. :9
Nanti senggol anak Akber lainnya deh! ๐
Keren nel! Ganteng pula pokalisnya singkong kering… :”>
Mari banyak berlatih!
simple keren makin keren yang ini “kita kumpul lagi dengan teman-teman tuk. Hunting atau wiskul sambil motretโฆ” belajar sambil bersenangsenang ๐