Tak ada pelajaran sejarah di sekolah bukanlah halangan bagi murid untuk tetap belajar sejarah. Lewat sastra yang mengandung sejarah Indonesia, murid bisa mempelajari banyak hal yang terjadi di masa lalu. Selama semester pertama kemarin, saya dan murid-murid kelas 11 telah mempraktikkan pelajaran sejarah lewat buku sastra. Proses belajar tersebut akan saya sajikan dalam urutan berikut ini.
1. Di awal tahun ajaran, murid diajak membaca novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Pilihan novel ini disesuaikan dengan usia siswa (15-17 tahun), dan tentu saja nilai sejarah yang ada di dalamnya
2. Setelah membaca (kurang lebih selama 5 minggu belajar), siswa diperlihatkan video pendek berbagai versi Gerakan 30S. Atau, silakan cari ragam video serupa di Youtube.
3. Visual is always win. Maka, guru menampilkan Powerpoint Presentation yang memuat gambar-gambar yang berkaitan dengan novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Peristiwa 30 September 1965. Tentu saja guru harus menguasai novel, lalu mengambil kutipan yang bisa dibahas terkait peristiwa sejarah ini. Misalnya: dalam cerita RDP disebutkan Srintil bertemu Tri Murdo, pemain musik yang memainkan lagu Genjer-Genjer. Guru bisa memasukkan pengetahuan sejarah tentang “Genjer-Genjer” itu. Tambahkan juga video lagu Genjer-Genjer dari Youtube, dan foto sayuran genjer sebagai pelengkap.
4. Guru lalu mengajak siswa membaca dan membahas Bab 5 Lintang Kemukus Dini Hari (buku kedua trilogi RDP). Ajak mereka mengungkapkan pengetahuan awal tentang “peristiwa tentara saling bunuh di Jakarta”.
5. Guru meminta murid untuk mencari tahu sendiri berbagai artikel tentang peristiwa bersejarah yang kelam ini. Kalau mencari bebas di internet, murid akan menemukan banyak sekali sumber, dan bisa jadi kebingungan sendiri. Untuk permulaan, artikel di wikipedia ini cukup untuk menjadi gambaran umum tentang peristiwa tersebut.
6. Sebagai latihan tambahan, guru bisa menampilkan berbagai kata kunci yang ada dalam novel. Misal: merah, ronggeng rakyat, tuan tanah, caping hijau, jenderal. Siswa diminta berdiskusi dalam kelompok untuk mencari tahu lagi apa makna kata-kata tersebut. Kemudian, guru membuat kuis tanya jawab untuk melihat pengetahuan siswa, bisakah mereka mengaitkan kata kunci dalam cerita itu dengan peristiwa dalam kejadian nyata.
7. Terakhir, sebagai penilaian pemahaman, siswa diminta menulis esai singkat. Dalam kertas ujian, siswa dapat membaca ulang kutipan novel Ronggeng Dukuh Paruk, lalu menjelaskan pengetahuan sejarah Peristiwa 30S65 yang sudah mereka pahami. Rubrik penilaian guru dituliskan di kertas itu juga, sehingga siswa tahu apa yang harus mereka sampaikan untuk memenuhi standar ekspektasi.
Ini salah satu hasil esai buatan siswa saya. Salah satu contoh yang cukup menggembirakan. 🙂
Pada bab 5 novel Ronggeng Dukuh Paruk terdapat peristiwa sejarah yang benar-benar terjadi di Indonesia dan dikaitkan dengan cerita di novel tersebut. Dari situ dapat diambil beberapa nilai sejarah dan efek dari peristiwa itu terhadap desa-desa terpencil seperti Dukuh Paruk. Dari kutipan tersebut, kelompok Bakar ini merupakan bagian dari Partai Komunis Indonesia. Pak Bakar dan kelompoknya ini memanfaatkan warga Dukuh Paruk, terutama Srintil, untuk menyebarluaskan tentang PKI. Kelompok ronggeng Srintil dan PKI tidak punya kaitan langsung karena mereka tidak tahu akan keberadaan PKI. Yang mereka lakukan hanyalah menggelar pentas ronggeng atas nama kelompok Bakar tanpa tahu maksud tersembunyi Pak Bakar. Karena itu, warga Dukuh Paruk dianggap sebagai anggota dari PKI.
Di kutipan tersebut dijelaskan bahwa ada peristiwa pembunuhan di Jakarta. Peristiwa ini terjadi di Indonesia pada tanggal 30 September 1965 dan dikenal dengan nama Gerakan 30 September PKI atau G30S/PKI. Peristiwa itu terjadi di Jakarta, lebih tepatnya di Lubang Buaya, tempat enam jendral diculik, dibunuh, dan dikuburkan di Lubang Buaya. Peristiwa ini terjadi pada malam 30 September sampai 1 Oktober tahun 1965. Para jendral tersebut ditemukan pada tanggal 3 Oktober 1965 oleh TNI. Akhirnya, 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila karena Indonesia bebas dari malam G30S/PKI. Seperti namanya, pelaku yang diduga melakukan pembantaian G30S adalah PKI, tetapi hal ini masih belum terbukti jelas. Ada beberapa versi yang mempunyai pelaku berbeda yaitu Soekarno, Soeharto, Angkatan Darat, bahkan ada versi mengatakan bahwa ada campur tangan Amerika atau CIA dalam peristiwa ini. Ada enam korban yakni enam jendral yang meninggal pada peristiwa ini, sedangkan Jendral Nasution dapat selamat namun anaknya yang berumur lima tahun, Ade Irma, dan ajudannya meninggal malam itu.
Pada saat peristiwa ini, kepemimpinan ada di tangan presiden Soekarno yang pada zaman itu mencoba menerapkan Nasakom. Hal ini juga diduga menjadi pemicu bagi PKI, di peristiwa ini PKI diduga membunuh pemimpin-pemimpin tinggi Indonesia untuk merebut kekuasaan dan menjadikan Indonesia sebagai negara komunis. Setelah peristiwa tersebut masyarakat yang diduga terlibat dalam PKI ditangkap dan dibunuh dalam peristiwa Pembantaian di Indonesia 1965-1966. Tujuan utama dari pembantaian ini adalah untuk ‘membersihkan’ Indonesia dari partai komunis dan agar peristiwa seperti G30S/PKI tidak terjadi lagi. Tak ada jumlah pasti korban dari peristiwa ini. Sampai sekarang keberadaan PKI dilarang keras di Indonesia. (Shantika Aqilla Kurnia/kelas 11/September 2014)