How I understand second failure: It feels like this sentence from Han Kang in the novel Vegetarian.
The pain feels like a hole swallowing her up, a source of intense fear and yet, at the same time, a strange, quiet peace.
Yes, I am talking about my second IUI here. The first, failed. Now, failed again.
Satu putaran IUI kedua ini aku tepar banget. Dokter kasih obat dan suntikan yang jauh lebih keras dari yang pertama. Ternyata efek samping di badanku luar biasa. Aku sampai demam, pusing, kram perut dan dada, sampai jalan pun membungkuk-bungkuk. Dokter bilang obat yang kedua (injeksi Menopur) ini sama seperti obat yang dipakai untuk program IVF, tapi dosisnya lebih rendah. Ya ampun, dosis rendahnya aja udah bikin badan begini. Apalagi kalau aku ambil IVF ya. Hmm…
Siklus berjalan dan kemudian… pagi-pagi dapat kejutan bulanan yang tidak kuharapkan. Rasanya kosong, lalu nangis ngusel badan suami, lalu dipukpuk sambil tarik napas panjang. Badan dijejal pakai pain killer dan niat berangkat kerja. Karena kalau istirahat di rumah malah semakin gak sehat pikirannya. Pergilah aku ke sekolah.
Sampai parkiran ada rekan kerja nyapa dan tanya, “Jam berapa ya, Miss? Sudah telat clock in belum ya?”. Aku nggak nyangka sendiri bisa membalasnya dengan tawa hambar, “Hahhaa… I dont care, sir!” Kaget sekaligus lega, karena sepertinya kalimat itu bukan tentang dia, tapi tentang perasaanku pagi itu.
Tapi begitu ketemu teman di lift (dia IVF survivor dua kali), dia tanya apa kabar, meledak juga ini air mata. Dia bilang, “Sabar… Udah nggak usah dibahas aja. Udah kita ngobrol yang lain aja.” Tapi pas masuk ruangan kantor mata masih mau nangis aja, sampai akhirnya pak bos tanya aku kenapa. Rekan kerja yang lain jadi bingung juga mau bersikap gimana. Aku akhirnya malu, lalu ambil tisu dan lap muka. Mana habis itu ngajar jam pertama. Uh ohh, nggak ada waktu buat berduka.
Beberapa jam kemudian saat pikiran sudah tenang, aku diskusi lagi dengan suami. Kita mau istirahat dulu, atau berjuang lagi? Mau coba IUI lagi, atau coba IVF barangkali? Suami membebaskan pilihan kembali ke aku, katanya “yasudah kalau kamu masih kuat”. Aku nengok badan, yang kuat itu semangatku. Rasanya enak kalau berjuang, karena ada harapan yang bisa dikejar.
Maka, kami lalu memutuskan coba IUI sekali lagi. Biar puas aja rasanya kalo dibuat nyanyi… satu dua tiga sayang semuanya. 🎶