My IVF Diary (part 9) – FET di Masa Corona

28 Mei 2020

Setelah sebelumnya ditunda karena corona baru merebak, pas bulan puasa lalu tiba-tiba dokter Wisnu ngechat duluan. Oh, rupanya ia bilang aku bisa mulai lagi promil ini bulan Juni. Ya, masuk new normal, maka kita juga move on dengan tetap ikut prosedur kesehatan yang ada. Jadi ya, aku okein. Bismillah. 🙂

Untuk IVF kedua ini, dokter mau coba metode normal cycle dengan tambahan endometrial scratch. Jadi prosedurnya kayak diperiksa dalam, dicoel sedikit rahimnya. Tujuannya untuk meningkatkan kemampuan embrio nempel di uterus setelah FET.

Meski udah dikasih tau akan “cuma dicoel dikit” ya tetep aja aku degdegan. Pas tindakan, dokter Wisnu cerita dia beli alat coelnya itu di Inggris lewat ebay. Mungkin biar aku nggak nervous ya jadi dia cerita gitu. Hehe. Tapi yaa rasa mules tetap terasa, kayak pas mens. Malam itu berakhir aku nahan mules dan berusaha tidur senyamannya.

13 Juni 2020

Ini keempat kalinya aku bolak-balik ke RS buat USG. Jadi dengan teknik normal cycle ini, dokter mengikuti perkembangan ovum dengan siklus haid normal. Dilihat kapan membesar, kapan matang, dan kapan pecahnya. Aku diminta minum femaplex dan lanturol, juga lakukan ovu test sendiri di rumah.

Kalau baca di internet, femaplex itu obat terapi kanker, tapi bisa dipakai buat terapi fertilitas. Efek sampingnya terasa sih di aku: pusing, lemas lesu, dan berat badan naik (hehe, ga tau juga sih, ini karena lebaran ngemil kastangel juga kali). Kalau lanturol itu vitamin E 400iu, dan memang dipakai untuk terapi kardiovaskuler dan rasa lesu. Katanya sih kontra indikasinya hipersensitif. Entah kebetulan atau engga, aku sempat alergi saat konsumsi ini. Muncul ruam-ruam merah di kulit lumayan luas: paha, punggung, tangan, kaki. Panas dan gatal. Akhirnya diresepkan ceterizine 10 mg dan hilang itu alergi.

Ohya, aku juga diresepkan Viagra. Iya, pil biru yang biasanya dikonsumsi pria itu. Dokter Wisnu becandain, bilang ke Heru, “Maaf ya pak kalo nanti si ibu jadi centil.” Hahaha. Tapi begitu aku konsumsi saat malam, rasanya jantung berdebar-debar dan pusing hebat. Boro-boro jadi enak. Hahha.

Viagra 100 mg. Sebutirnya 200 ribuan. Syuper mantap.

Ohya, karena masih masa pandemi Covid-19, maka semua tindakan kehamilan ditambahkan dengan prosedur PCR test. Jadi pasien harus punya keterangan negatif covid, baru boleh jalani tindakan IVF berikutnya.

Jadilah setelah USG, malam itu langsung ke IGD untuk minta swab test. Heru bilang dia bayar 1,8 juta. Lalu kemudian, aku dibawa ke ruang tindakan. Nunggu beberapa saat, bengong karena beneran sendirian di ruangan. Lalu datang petugas berpakaian APD lengkap. Aku diminta berbaring dan rileks. Dia colok alat testnya itu lewat lubang hidung, dan… sudah. Sebentar banget. Rasanya nggak nyaman, geli kayak mau bersin gitu. Untung ya nggak sakit. Meski katanya ada beberapa orang yang merasakan sakit banget, tergantung reseptor masing-masing orang katanya.

Happy me karena seneng gak sakit pas swab test :)) Sticker biru di lengan itu tanda lolos pengecekan suhu setiap kali datang ke RS.

Malam itu aku dan Heru pulang sambil motoran. Di jalanan, wow banget, rameee orang nongkrong. Malam minggu new normal kayak gitu ya? Ramean nongkrong di cafe dan warung tenda gak pake masker? Aneh banget jadinya, barusan aku bayar mahal demi punya surat bebas covid, sementara orang-orang selow banget gak proteksi diri. Wallahualam. 🙁

19 Juni 2020

It’s the FET day. Pagi jam 8.30 aku dan Heru sudah sampai di Morula Tangerang. Kami dijadwalkan FET jam 11. Prosedurnya sama kayak ET pertama dulu. Dari rumah dilarang pakai parfum di badan. Boleh sarapan, nggak perlu puasa. Lalu minum obat dan minum air putih banyak sampai kayak mau pipis.

Bedanya dengan ET dulu, sekarang embryo yang akan dipakai adalah frozen embryo (FE). Jadi aku dan Heru kembali tanda tangan di kertas perjanjian. Lalu tunggu pencairan FE dan dapat penjelasan tentang kondisi embryo terbaru. Intinya, alhamdulillah kondisinya masih bagus dan siap transfer. Katanya, saat dicairkan embryo juga berpotensi gagal survive. Ya Allah, bener-bener ya perjalanan si embryo tuh berat banget.

Lalu, bedanya lagi adalah, kali ini suami nggak bisa temani ke dalam ruang operasi. Jadi begitu jam tindakan, Heru cuma bisa nunggu di ruang tunggu aja. Lagi-lagi, prosedur baru karena corona.

Di operating theater sudah ada dua suster. Mereka minta aku melapisi baju yang kupakai dengan baju pasien dan tentu saja pake sendal crocs. Untung inget pakai hoodie, jadi lumayan anget di ruangan yang super dingin itu. Lalu, masuk dua dokter, dokter Wisnu dan dokter Sita. Susternya becandain aku, katanya aku ini VIP. Dihandle dua dokter, dan ternyata hari itu aku satu-satunya pasien. Pantesan dari tadi sepi banget. :))

Waktu tindakan dimulai, mereka serius tapi santai gitu. Mereka berempat ngobrol gosip-gosip lucu. Jadinya aku mau ketawa juga padahal perut udah keras banget ditekan alat USG dan harus tahan nggak boleh byar pipis. Lalu, embryo loading, dan… selesai. Kata dokter kondisinya bagus. Prosesnya smooth. Alhamdulillah.

Nah, ini bedanya lagi dengan ET sebelumnya. Setelah selesai tindakan, pasien kan harus diam berbaring 15 menit. Nah, kali ini kaki boleh diturunkan dan bisa lurus, nggak ngangkang kayak ayam potong gitu. Dan abis itu diselimutin, jadinya enak lumayan hangat melawan si AC yang nyentrong. Lalu, kali ini aku ditawari mau pipis atau enggak, masih di meja operasi itu. Aku bilang mau. Maka suster langsung siapin pispot, trus disuruh pipis di saat dokter Wisnu masih di sebelah urus rekaman rahim. Aduh, hahaha, aneh banget rasanya.

Setelah 15 menit, baru deh pindah ke ruang perawatan. Dikasih susu dan makanan, dan bisa pegang hape lagi. Heru lagi urus obat dan pembayaran. Kutanya habis berapa, katanya 11 juta. Tindakan FET 8 juta dan obat-obatan 3 juta (per Juni 2020).

Nggak lama, suster-suster sudah beberes bersiap pulang. Wah, emang bener-bener aku pasien tunggal hari itu. Sekali lagi, karena corona, banyak penyesuaian yang harus dilakukan sehingga pertemuan juga diminimalkan. Duh, semogaaa hasil FET aku ini sehat dan berhasil ya. Nunggu banget kabar baik 14 hari kemudian. Wish me luck!

2 thoughts on “My IVF Diary (part 9) – FET di Masa Corona”

  1. Kak saya lg 2ww mau nanya kk berhasil positif, tidur nya boleh miring ga ? Blh kadang lebarin kaki atau angkat kaki utk pindah posisi tidur?

    Saya sering pipis ke kmr mandi sehari hampir 10x krn byk minum n makan sehat. Kk gitu kak? Kk diresepin lovenox ga suntikan pengencer darah di perut? Ohya kalau makan duduk dimeja atau tiduran terus?

    1. Halo, Santi! Maaf baru balas. Kemarin aku boleh tidur miring. Berubah posisi tidur juga gapapa. Makan juga aku duduk biasa. Tapi mungkin kondisi tiap ibu berbeda ya, jadi lebih baik tanya ke dokter untuk pastinya.

      Aku juga dikasih obat pengencer darah, aku tulis juga di rangkaian tulisan IVF diary aku.

      Semoga hasil kamu sesuai harapan yah! Semangat! 🤗

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.