My IVF Diary (part 11) – Masa Kehamilan yang Menantang + Mitoni Virtual

Aku pernah dapat beberapa cerita ada ibu hamil kebo, kuat gitu, masih bisa kerja keras, bisa olahraga hebat, pokoknya kuat menjalani aktivitas berat. Pernah juga (sering malah) dengar cerita ibu hamil yang kepayahan, sering sakit, lemas hingga harus bed rest beberapa bulan. Semua ada. Karena kehamilan ya kembali lagi ke kondisi tubuh ibu. Beda-beda. Kita nggak bisa samakan kondisi tiap orang. Jadi nggak boleh ya, komen macam “Ih kok kamu ga kuat sih? Si ibu itu aja masih bisa kerja. Ibu itu bisa beberes rumah biasa. Jangan manja dong!” Tolong yaa, harap ingat agar lebih jaga bicara. πŸ™πŸ˜Š

Nah, aku gimana? Bulan trimester pertama kurasa aku cukup kuat. Ya, mual tipis, nggak sampai muntah, makan masih enak. Perasaan bawaannya hepi, enak. Jadinya badan juga enak kali ya. Paling pusing-pusing ya tiap pagi, tapi masih bisa ditahan, masih bisa beraktivitas. Untung kerja bisa dari rumah, work from home karena memang masih pandemi covid juga.

23 November 2020

Sudah masuk trimester dua. Kaki mulai bengkak. Makan malah mulai rewel. Aku sempat diare. Waktu kontrol bulanan sudah dikonsultasikan ke dokter dan diberi obat yang aman. Nah, sudah enakan tuh. Bisa aktivitas normal lagi.

Tengah malam tanggal 22 Nov aku nggak enak badan. Lalu tiba-tiba demam. Cek suhu pakai termometer ternyata sampai 39 derajat. Coba tangkal pakai panadol biru yang dosisnya ringan, suhu sempat turun, tapi kembali naik. Susah tidur. Begitu terus sampai subuh. Muncul ruam merah di payudara dan perut. Panas rasanya. Karena khawatir, Heru akhirnya memutuskan kami ke rumah sakit aja. Jadilah Senin subuh kami cuss ke IGD.

Di IGD langsung ditanya-tanya. Cek suhu ternyata sampai 39.6. 😭 Aku takut banget. Akhirnya diberi paracetamol infus dan cek darah untuk lihat kemungkinan adanya penyakit lain. Juga tes urine karena dicurigai ada infeksi kemih. Benar ternyata, Infeksi Saluran Kemih (ISK) karena bakteri yang kemungkinan besar karena diare sebelumnya. Cuma lumayan parah efeknya sampai demam tinggi. Juga dikhawatirkan kenapa-kenapa dengan janin yang usianya 26 minggu ini, maka akhirnya diputuskan aku harus rawat inap.

Sehari dirawat masih begitu. Demam tinggi, lalu reda. Kemudian menggigil. Lalu demam lagi. Imun kayak lagi perang sama penyakitnya. Infus jalan terus. Cek darah dan swab test covid juga. Aku paksakan makan walau pahit, demi si bayi. Minum air putih harus rajin karena bayinya harus aman dalam cairan plasenta. Begitu terus sampai hari ketiga udah enakan dan kangen pulang, kangen si Kuci. 😸

Sudah lumayan enak, baru bisa minta foto πŸ˜ΊπŸ˜…

Hari ketiga akhirnya keluar, hasil cek darah aman. Hasil swab test belum keluar, tapi aku diperbolehkan pulang dan lanjut rawat mandiri di rumah. Sudah dicek juga sama dokter Wisnu dan kondisi bayi alhamdulillah aman. God bless.

28 November 2020

Eh, nasib si Heru. Aku sudah pulang rawat inap, gantian dia yang sakit, demam tinggi dan bintik-bintik kulitnya. Duh, kecapean kayaknya kemarin nungguin aku di RS. Akhirnya Heru cek darah juga dan rapid test. Untung hasilnya semua negatif, aman. Jadi tinggal menurunkan demam dan istirahat mandiri di rumah.

Duh, memang ya, urus kehamilan dan segala sakit-sakit bawaannya memang butuh kerjasama berdua, istri dan suami. Juga butuh dukungan orang sekitar agar semua proses kehamilan yang menantang itu bisa dilalui dengan hati lega.

16 Desember 2020

Doa-doa harus terus dipanjatkan. Makanya aku dan Heru masih ingin lakukan pengajian mitoni atau nujuh bulan, tapi tanpa undang tetangga. Maklum kan masih pandemi juga. Akhirnya diputuskan pengajian diadakan di rumah keluarga Heru di Jepara. Kami tetap di rumah, ditemani bapak ibu dan kakak saja yang datang ke rumah.

Acaranya sederhana sekali. Berdoa dan mengaji pakai video call. Lalu dilanjut siraman.

Adegan siraman ini yang menarik. Aku duduk memangku sebutir telur ayam kampung, lalu disiram suami pakai air kembang tujuh rupa. Lalu, aku harus berdiri. Nah, telur akan jatuh kan. Lalu dilihat telurnya pecah, retak, atau utuh. Hasilnya, telurnya retak. Kata keluarga di Jepara, itu tanda bayinya laki-laki. :))

Setelah itu, di Jepara sana lanjut membagikan makanan ke tetangga, juga para janda dan anak yatim. Makanannya rupa-rupa seperti ini, yang semuanya ada filosofinya. InsyaAllah semua demi kebaikan, demi keselamatan.

Katanya ini semua ada maknanya. Bubur merah putih, rujak, dawet, apem procot agar lahirannya makcrot mudah, lepet yang harus dibuka talinya, ikan bandeng utuh, dan aneka rupa jajanan pasar.
Nasi punar (punari)
Daun sirih diikat benang jarum dan ada bola bedak putih di dalamnya. Sirih agar si bayi berhati bersih, bedak agar berhati adem, jarum agar tajam berpikir, diikat benang lambang kekuatan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.