Seujung Kuku Guru Zirah

Pada suatu hari saya membagi info tentang  lomba video pendek dari Kemdikbud. Saya share di Twitter dan Line. Murid-murid biasanya lebih update di Line sih, jadi saya post begini di timeline.


Ada yang memberi jempol, cuma satu orang. Ada juga yang nulis komen. Eeh komennya macam begini.


Haduhh… PLZ…

Sebetulnya normal banget ya murid laki-laki “menggoda” guru perempuannya. Remaja ya umurnya puber, lagi belajar menarik perhatian lawan jenis. Bosan menggoda teman seumuran, kadang mereka menguji diri, bisa nggak atau berani nggak menggoda wanita dewasa. Bentuknya bisa sekadar bercanda sederhana, tapi bisa juga kelepasan jadi serius. Pernah dengar kan ada murid yang serius ‘nembak’ gurunya?

Pertanyaannya kemudian, kok bisa sih mereka berani menggoda saya? Apa saya seunyu itu? Apa saya seseksi Guru Zirah favorit murid badung macam Iwan Fals? Hehee, nggak lah. Bodi saya nggak montok. Cuma seujung kukunya Zirah.

Buat yang belum tahu lagu “Guru Zirah”, ini liriknya.
Dia cantiknya guru muda kelasku/ Zirah namamu asli cangkokan Jawa/ Busana biasa saja/ Ramping kau punya pinggang/ Tahi lalatmu genit nangkring di jidat/ Goda batinku kilikitik imanku/ Pantatmu aduhai/ Bagai salak raksasa
Merah bibirmu bukan polesan pabrik/ Mulus kulitmu tak perlu lagi ke salon/ Betismu bukan main/ Indah bak padi bunting

Tidur pun aku tak nyenyak/ Sebelum aku sebutkan/ Namamu/ Guru Zirah bodi montok/ Rasanya ingin punya bank/ Tuk traktir engkau seorang/ Impianku/ Guru Zirah bodi montok

Baru melihat kaki ibu melangkah/ Hati di dalam dag dig dug mirip beduk/ Apalagi he he he/ Tak kan kuat ku berdiri/ Zirah guruku ibu manis bak permen/ Berilah les privat agar otakku paten/ Hadiahku tas plastik/ Boleh pesan di butik

Tidur pun aku tak nyenyak/ Sebelum aku sebutkan/ Namamu/ Guru Zirah bodi montok/ Rasanya ingin punya bank/ Tuk traktir engkau seorang/ Impianku/ Guru Zirah VeWe Kodok

Kalau setuju kita bolos sehari/ Bohong sedikit mungkin Tuhan tak marah/ Asmara tak bedakan/ Aku murid kau guru/ Kebun binatang lokasi yang ideal/ Murah meriah ongkos buat pacaran/ Ku tahu gaji ibu/ Hanya cukup untuk beli tahu/ Tidur pun aku tak nyenyak/ Sebelum aku sebutkan/ Namamu/ Guru Zirah bodi montok

Anak Telanjang di Kelas

Jadi, begini situasinya:

Seorang guru perempuan baru saja masuk ke kelas 10 setelah pelajaran olahraga. Terlihat sebagian murid perempuan dan lelaki sudah ada di sana. Beberapa merapikan pakaian olahraga, beberapa menyisir rambut, bersiap untuk pelajaran berikutnya. Tiba-tiba terdengar genjreng gitar dari barisan belakang. Si guru menengok, dan ia melihat seorang anak lelaki berdiri di sana, memakai baju seragam. Gitar berada di depan tubuhnya. “Oh, no!” kata si guru. Si anak lelaki memakai baju seragamnya, tetapi tidak celananya. Si guru menegur, meminta si anak memakai celananya segera. Lalu, si guru berbalik, menyiapkan papan tulis. Tiba-tiba gitar terdengar lagi. Rupanya si anak ini masih juga bermain dengan gitarnya, dan belum memakai celananya. Teman-teman lain mulai memperhatikan dia. Si guru akhirnya meminta si anak lelaki ini segera memakai celananya. Si guru menunggui sampai si anak selesai berpakaian. Si anak yang berbadan kecil dan terlihat polos itu kemudian memakai celana, ya… di depan guru perempuan dan teman-teman lainnya.

Mendengar kisah itu saya jadi sibuk bertanya-tanya:

– Mengapa si anak remaja tak malu hanya mengenakan celana dalam di kelas yang ramai?

– Mengapa si anak remaja lelaki ini tak malu bertelanjang sampai ditegur guru perempuan?

– Bagaimana cara mengajarkan kepada anak remaja tentang rasa malu?

– Apa mungkin si anak merasa bercelana-dalam sudah cukup baginya, sama seperti bercelana-renang ketika berenang?

– Sebenarnya apa fungsi pakaian: sekadar pelindung tubuh dari cuaca atau juga menimbulkan penghargaan atas tubuh?

– Bagaimana seharusnya orang tua mengajarkan tentang tubuh dan berpakaian pada anak?

Saya butuh banyak masukan dari semuanya. Mari kita diskusi!

Hari Kostum!

Ini satu cara seru untuk remaja menyalurkan ekspresi diri: Pakai kostum di sekolah!

Ya, menurut saya, sekolah perlu mengadakan acara ini satu dua kali dalam setahun. Gunakan hari-hari besar nasional atau internasional sebagai waktu pelaksanaannya. Bisa juga digunakan untuk perayaan ulang tahun sekolah yang menggunakan tema tertentu. Atau, misalnya, sesuaikan dengan salah satu materi pelajaran sosiologi atau seni rupa.

Yang paling bikin seru, ajak semua penghuni sekolah untuk turut serta berkostum ria. Murid, guru, dan semua karyawan sekolah! Sebisa mungkin, gunakan ini sebagai ajang berkreasi menciptakan kostum dengan bahan-bahan yang ada di rumah. Kalau perlu, dilarang menyewa kostum dari rental busana, supaya anak makin kreatif bermain bahan dan mencipta asesoris sendiri.

Ini satu contoh kostum ala Yunani hasil kreasi saya dan murid. Perhatikan detilnya deh! 🙂

 

Story Telling oleh anak (2)

Ini adalah tulisan lanjutan dari “Story Telling untuk anak SMA”. Pencerita pada tulisan itu adalah guru. Nah, bagaimana jika sekarang murid yang berperan sebagai pencerita?

Seorang guru bahasa sangat dianjurkan untuk menggunakan kegiatan bercerita di kelas. Murid-murid senang mendengar cerita, seperti mereka senang mendengar curhat temannya. Sekarang, buatlah murid yang bercerita di kelas. Jika tidak ada persiapan khusus, guru bisa gunakan cara paling mudah. Tunjuk beberapa nama murid atau mempersilakan siapa saja yang ingin membacakan cerita di depan kelas. Pastikan mereka punya kemampuan vokal yang cukup baik agar teman-teman lain bisa menyimak cerita dengan maksimal.

Tentukan cerpen, drama, atau penggalan novel mana yang akan dibacakan. Guru membagi tugas, siapa yang akan membacakan paragraf mana, atau siapa yang akan berperan sebagai tokoh apa. Ajak murid pencerita menghayati peran dan murid pendengar untuk memahami cerita.

Guru sebaiknya mengukur lama waktu yang dibutuhkan untuk membaca berantai ini. Pertimbangkan berapa lama cerita selesai dibaca, termasuk jika murid butuh waktu untuk konsentrasi atau ketika ada kesalahan baca. Akan lebih baik jika guru sudah menyiapkan murid-murid yang akan bercerita di pertemuan sebelumnya. Biarkan mereka yang berbagi tugas bagian membaca dan mereka bisa berlatih dulu sebelum tampil di pertemuan kelas nanti.

Untuk anak SMP, kegiatan mendongeng kelompok bagus dijadikan penilaian kompetensi menulis dan berbicara. Murid dalam kelompok membuat sebuah cerita, bisa tokoh nyata atau fabel. Nanti mereka pula yang akan mementaskannya. Guru menyiapkan rubrik penilaian yang mencakup aspek menulis naskah, cara bercerita (artikulasi, vokal, intonasi), penggunaan alat dan kostum, dan kerjasama kelompok. Kelompok lain akan melakukan penilaian kepada kelompok yang sedang pentas sebagai penerapan student-self-assessment. Kritik dan saran disampaikan oleh murid kepada temannya di akhir kelas. Tepuk tangan sebagai bentuk apresiasi juga tak boleh dilupakan.


Untuk anak SD, gunakan boneka/mainan untuk membantu anak-anak berperan menjadi pencerita. Guru harus memastikan bahwa cerita yang dibawakan sudah diketahui oleh anak. Cerita bisa diambil dari buku yang pernah mereka baca bersama, atau bisa juga dongeng buatan mereka sendiri. Pastikan mereka bertanggung jawab menjadi tokoh. Beri pembagian tugas pada sejumlah anak, siapa menjadi ayam, siapa menjadi pohon, siapa menjadi raja, misalnya.

Guru bertugas sebagai penjaga alur. Biarkan anak menciptakan dialog mereka sendiri. Boleh juga kembangkan pop idea yang hadir dari anak. Guru tinggal arahkan pada tujuan akhir cerita. Ketika cerita sampai pada klimaksnya, guru mengajak murid ke penyelesaian dan buat anak berdiskusi. Apa rasanya ya menjadi tokoh dalam cerita? Bagaimana jika teman lain mengubah alur cerita? Bagaimana jika akhir cerita dibuat berbeda? Pancing terus anak dengan pertanyaan yang membuatnya bernalar.

Kira-kira begitu yang pernah saya lihat dan lakukan. Ada ide lainnya, kawan? 🙂

Story Telling untuk anak (1)

Seorang teman di twitter kemarin bertanya, bagaimana ya melakukan story telling untuk anak SMA dengan menarik?

Sederhananya, ada dua pilihan pencerita di kelas. Bisa si guru, atau si murid. Jika si guru yang akan melakukan story telling itu, guru tersebut harus punya kemampuan bercerita dengan menarik. Caranya bagaimana? Jelas, buat persiapan dulu agar tidak canggung di kelas.

1. Bahan cerita mana?
Apa yang mau diceritakan? Sebuah cerpen, penggalan novel, atau dialog drama? Pastikan cerita yang dipilih bisa didiskusikan seusai cerita disampaikan.

2. Pendengar mau apa?
Apa yang guru harapkan dari murid akan menentukan persiapan bercerita. Jika murid diminta hanya mendengar cerita saja, guru bisa fokus pada persiapan diri sendiri. Murid cukup diminta mendengarkan dan bertanya di akhir cerita. Jika guru merasa perlu murid mengetahui juga apa yang sedang diceritakan, murid harus dibekali dengan kertas bacaan. Berilah mereka cerpen yang Anda bacakan, atau minta mereka siapkan novel kelas. Sambil mereka baca, guru bercerita di depan kelas.

3. Ceritanya bagaimana?
Menarik minat remaja mendengar cerita tentu harus memakai jurus jitu. Dasar yang harus dimiliki adalah teknik membaca lancar. Perhatikan: vokal yang pas didengar seisi kelas, artikulasi dan nada sesuai kalimat, dan juga mimik pencerita. Tambahkan gerak yang sesuai dengan adegan dalam cerita. Boleh juga gunakan kostum yang mendukung cerita, seperti selendang atau topi.

4. Bagaimana memulainya?
Penting sekali mencuri perhatian di kesempatan pertama, persis di judul cerita. Pakai pengantar dulu, sampaikan bahwa cerita yang akan dibawakan berkaitan dengan hidup murid Anda. Gambarkan sedikit rangkuman cerita dengan ekspresi maksimal. Contoh yang pernah saya lakukan di kelas seperti ini:


“Hari ini, saya akan bercerita cepat dan ringkas bagian pertama novel Gadis Pantai. Sesuai judulnya, cerita ini tentang seorang gadis yang berusia 14 tahun, persis seusia kalian, murid-murid di kelas ini… (saya menunjuk seisi kelas). Bayangkan, di usia kalian yang semuda ini, yang masih bisa duduk di kelas seperti sekarang, tiba-tiba… harus menikah dengan seorang bapak-bapak yang tidak kalian kenal! (biasanya murid perempuan bergidik di sini) Kalian yang lelaki silakan bayangkan, teman-teman perempuan di sebelah kamu, harus menikah dengan oom-oom! (biasanya mereka tertawa di sini) Nah… langsung saja ya saya bercerita. Bermula seperti ini…”

5. Saat bercerita gimana? Mengakhirinya?
Bacakan cerita dengan sungguh-sungguh. Ajak murid mendengar dan terlibat dalam cerita. Tanyakan pendapat mereka secara acak di tengah cerita tentang sikap tokoh. Bandingkan dengan kisah hidup tokoh idola mereka. Selipkan penjelasan tentang kosakata yang belum pernah mereka dengar. Mainkan nada suara di klimaks cerita, kemudian menurun untuk akhir cerita. Semakin dramatis guru berkata-kata, murid akan terpesona dan bisa memahami cerita.

Ya, kira-kira seperti itu. 🙂
Bagaimana jika murid yang jadi pencerita?

Belajar Sejarah di TKP

Saat berkunjung ke Kota Lama, Semarang, kemarin, saya hanya berkeliling tanpa mendapatkan informasi yang cukup banyak. Padahal ada banyak bangunan lama yang menarik sekali. Tentu juga ada kisah sejarah yang menarik pula untuk didengar. Anak-anak sekolah seharusnya bisa belajar dari lingkungan seperti ini. Pelajaran sejarah misalnya, tentu akan lebih seru jika diadakan langsung di lokasinya. Saya jadi berpikir, bagaimana ya cara agar tempat bersejarah di suatu kota bisa bermanfaat lebih untuk pendidikan anak?

Ada beberapa yang saya pikirkan waktu itu.
* Mendongeng di bangunan tua
Orang tua atau guru bisa mendongengkan kisah bersejarah dengan lebih dramatis jika dilakukan di lokasi kejadian. Sebaiknya orang tua/guru mencari data dahulu tentang cerita sejarah yang akan disampaikan. Misalnya, cerita diniatkan untuk menjawab kenapa Gedung Marabunta di Kota Lama Semarang memiliki dua semut besar di atap bangunannya? Nah, pencerita bisa buku cerita atau boneka semut sebagai alat peraga untuk anak di usia TK dan SD. Untuk kelompok yang lebih besar, boleh juga undang pendongeng terkenal untuk bercerita dengan cara yang tentu menarik.

* Anak di usia SMP dan SMA bisa diminta mencari data tentang peristiwa bersejarah yang terkait dengan tempat tersebut. Cari dulu data di buku-buku atau di internet, buat ringkasannya lalu datang bersama kelas ke lokasi cerita. Presentasikan hasil temuan riset sebelumnya di sana. Tentu rasanya akan lebih menarik daripada sekadar presentasi di kelas, kan?

* Murid SMP dan SMA bisa juga ditantang untuk membuat proyek menarik tentang tempat sejarah. Misalnya melakukan rally foto atau film pendek bersama kelompok kelas. Hasilnya akan dibuat pameran dan ditonton di sekolah. Atau ajak murid membantu pemerintah daerah untuk membuat booklet informasi wisata tentang tempat-tempat bersejarah. Tentu lebih asyik belajar dan menghasilkan kreasi nyata untuk daerah kita.

Tentu ada ide lain ya? Yuk, berbagi!