Berikut ini adalah rangkuman tweet saya di #twitedu edisi Pendidikan Kearifan Lokal, Selasa 20 Desember 2011.
Silakan disimak. 🙂
#twitedu malam ini temanya kearifan lokal. Saya coba kaitkan dengan sikap orang dewasa dan remaja belakangan. Kearifan lokal berkaitan dengan etika dan sopan santun berkehidupan. Lokal maksudnya bercermin pada lingkungan sekitar. Sejak kecil ortu sudah harus menanamkan bentuk-bentuk kearifan dalam berhubungan, baik dengan sesama manusia atau alam. Jadilah seorang anak dibekali sopan santun adat setempat. Bagaimana cara balas salam atau bagaimana jika ditanya orang. Bentuk kearifan lokal tentu berbeda-beda. Anak pantai berbeda sikap dengan anak gunung. Anak kota beda pandangan dengan anak desa.
Kurikulum sekolah sudah seharusnya memahami kearifan lokal. Tak bisa kita gunakan satu buku ajar untuk anak-anak di beda daerah. Pahami struktur budaya lokal. Maka hasilnya, Ujian Nasional di Indonesia pun tak bisa dibuat sama soalnya. Sekolah harus membuat pelajaran yang sesuai dg adat setempat. Anak sungai tak bisa dipaksa kenal bus kota. Itu bukan kearifan lokal. Anak sungai harus diajari pelajaran fisika yang tepat. Gimana cara bangun jembatan. Ekonomi? Sumber Daya Alam apa yang bisa dimanfaatkan dari sungai. Pelajaran PLBJ (Pendidikan Lingkungan Budaya Jakarta) ya hanya diajarkan untuk anak sekolah Jakarta. Pengetahuan tentang Jakarta yang harus diketahui anak luar pulau Jawa adalah bahwa Jakarta adalah ibukota negara/pusat pemerintahan. Tak bijak jika pendidikan memaksa anak Maluku harus tahu ondel-ondel. Sementara anak Jakarta tak tahu di mana letak Pulau Buru. Pendidikan dengan basis kearifan lokal diharapkan membuat anak cinta daerah, dan berkeinginan mengembangkan daerahnya.
“@kurniasepta: kearifan lokal itu dikembangkan lewat pelajaran muatan lokal, eh tp knp bahasa inggris masuk mulok?” Ayo bahas! Kenapa bahasa Inggris termasuk muatan lokal dalam pelajaran nasional? Sebenarnya muatan lokal itu apa? Saya kurang memahami istilah kurikulum nasional. Tapi agaknya mulok dimaksudkan jadi pelajaran tambahan. Ini lucunya. Yang termasuk mulok sekarang ini adalah pelajaran bahasa daerah, bahasa Inggris, dan/atau komputer. Kategorinya tambahan saja. Agaknya kenapa bahasa Inggris dimasukkan sebagai mulok, ya karena itu dianggap pelajaran tambahan. Pelajaran wajib adalah bahasa Indonesia. Pelajaran bahasa Inggris diharapkan jadi muatan tambahan untuk meningkatkan pengetahuan agar bisa kembangkan budaya lokal. Setelah anak paham dunia lokalnya, bahasa Inggris bisa dipakai untuk memahami pengetahuan lain yang berguna untuk daerahnya.
“@kurniasepta: @arnellism #twitedu Siapa yg menciptakan kearifan lokal?” Pertanyaannya luas sekali. Yuk coba kita diskusi. Siapa pencipta kearifan lokal? Manusia yang ciptakan. Orang tua kita. Agar anak cucunya bisa nikmati dunia lebih lama. Kearifan lokal mengajarkan anak Kalimantan tak asal bunuh orang utan. Mereka harus tahu apa guna hewan itu. Fungsi ortu dan guru adalah mengajarkan anak untuk pahami kenapa orang utan dan hutan harus dilindungi. Di sinilah hadir kearifan lokal. Kasus pembunuhan orang utan oleh warga setempat adalah bukti pendidikan di sana belum berbasis kearifan lokal. Pelajaran Ekonomi harus diselipi pendidikan kearifan lokal. Manusia jangan asal cari untung lalu bebas babat hutan seisinya. Nah, pendidikan kearifan lokal tidak boleh berhenti di SD. Anak SMP dan SMA harus lebih banyak diskusi pentingnya hal ini.
“@bincangedukasi: Apa sih manfaat mempertimbangkan Kearifan Lokal dlm pendidikan di era globalisasi ini?” Era globalisasi begini sangat harus diimbangi dengan pendidikan kearifan lokal. Selain baik, teknologi punya sifat merusak juga. Era global membebaskan budaya luar menyerang budaya lokal. Kearifan lokal harus berbicara untuk mengatasinya. Kasus punk di Aceh itu adalah contoh bentroknya budaya lokal dengan budaya asing. Bagaimana kearifan lokal berperan? Jika pendidikan kearifan lokal berjalan dengan baik, topik ‘punk di Aceh’ itu harusnya bisa ditangani dengan mudah.
Banyak contoh masih kurangnya pendidikan kearifan lokal di negara ini. Kasus Freeport dan Mesuji misalnya.
Ada berapa kampus yang punya jurusan pertanian, perikanan, dan kelautan di Indonesia? Di mana kita belajar kearifan lokal?
“@_kawit: @bincangedukasi @arnellism lalu bagaimana dengan brick dance? Beat box? Suffle dance? Normal kah?” Boleh saja pelajari itu. Di sekolah saya anak-anak juga sedang gandrung suffle dance dan KPop. Tak apa, selama bertanggung jawab untuk tak lupa budaya sendiri. Tapi kearifan lokal anak kota memang jadi bias. Lokal buat mereka adalah budaya dunia. Jangan kaget jika kearifaan lokal anak SMA Jakarta sekarang adalah kerjakan tugas di StarBucks atau Sevel. Bentukan lokal kota. Kearifan lokal gagal terjadi ketika anak kota itu berantem karena rebutan tongkrongan di Sevel.
Pelajaran Sosiologi harus mengajarkan bagaimana bersikap arif dalam budaya kota yang dianut remaja di kota besar.
Prinsipnya sama, anak kota harus paham dulu bagaimana menyikapi mal atau gadget, sebelum pelajari tongkonan atau badik.
Kesimpulan: mari pelajari segala sumber daya lokal dan gunakan untuk kemajuan daerah masing-masing dengan arif bijaksana.