Pendidikan Seks Lewat Sastra

Kaget. Hari ini masih ada guru yang nggak mau menyinggung topik seksualitas di kelas. Padahal tujuannya untuk pendidikan. Lagipula ini topik yang tak terhindarkan. Ayolah, remaja bisa akses topik itu di media sosial. Dari line today sampai lambe turah. Jadi daripada sembunyi baca tak terarah, kan lebih baik didiskusikan di kelas bersama orang dewasa?

Untung masih ada kelas sastra ya. Kita bisa diskusi topik apa saja dalam metafora bahasa. Seperti hari ini, aku dan murid bahas cerpen tentang topik kemiskinan Jakarta yang bikin perempuan sampai jual diri, lalu murid nyeletuk membandingkan dengan kasus prostitusi artis VA yang lagi rame itu.

Guru sudah seharusnya bisa menyambungkan materi ajar dengan konteks kehidupan sehari-hari. Jadi murid paham, buat apa sih aku capek-capek baca novel tebal, atau buat apa sih aku kerjakan soal-soal trigonometri yang susah ini. Murid bisa kita ajak untuk punya bayangan bagaimana teori pelajaran itu berfungsi di dunia nyata. Dari cerpen “Anak Ini Mau Mengencingi Jakarta?” karya Ahmad Tohari yang sedang kupakai di kelas 11 ini misalnya, murid bisa kita ajak diskusi, mengapa bisa ada kemiskinan di ibukota, mengapa ya ada perempuan yang menjual berahi demi makan sehari-hari, mengapa juga ada artis yang sudah kaya tapi masih menjual berahi juga? Nah, dari teori sastra yang ada, siswa menganalisis, lalu kemudian mencari apa fungsi analisis itu buat mereka. Misalnya dari analisis tokoh, kita tahu bahwa ternyata si tokoh juga enggan melacur. Atau misalnya, meskipun tokoh abai pada moralitas dari pelacur, setidaknya dia menjaga moralitas di sisi lain. Si tokoh mengembangkan nilai-nilai hidupnya sendiri. Dari analisis itu kita dapat memahami maksud cerita, kemudian memahami bahwa kehidupan sekejam itu, lalu bisa ambil amanat buat kehidupan kita sendiri. Lebih jauh lagi, guru juga bisa ajak murid memikirkan untuk menciptakan solusi atas masalah itu.

Sekali lagi, guru harus bisa mengajak murid memahami teori pelajaran dan bagaimana fungsinya dalam dunia nyata. Misalnya, guru fisika minta murid untuk kerjakan satu rumus, lalu bilang nah itu salah satu hitungan yang digunakan untuk membangun jembatan lho. Simpel, kan? Tapi yang simpel ini sering kali lupa guru sampaikan. Guru sering asyik dengan teori saja, kerjakan latihan-latihan saja. Atau bahkan mungkin gurunya yang enggan jelaskan kaitan semua teori itu dengan dunia nyata?

Ini pengingat buat kita semua wahai guru, nggak usah takut bahas topik apapun dengan siswa, termasuk topik seks. Bahas aja dengan SERSAN, serius tapi santai. Yakin deh, kelas akan jadi asyik, pelajaran tetap masuk di hati.

Sex Education di Kelas Sastra

Wanita itu meraihkan lengannya, di bawah tengkuk Gadis Pantai, mendudukkannya, merapikan rambutnya yang kacau balau, membenahi baju dan kainnya yang lepas porak-poranda, menarik-narik seprai yang berkerut di sana-sini.
“Ooh! Mas Nganten tidak sakit,” katanya bujang sekali lagi, dan menurunkannya dari ranjang.
“mBok,” sepantun panggilan dengan suara lembut.
“Tidak apa-apa Mas Nganten. Yang sudah terjadi ini takkan terulang lagi.”
“Apa yang sudah terjadi, mBok?”
Dan setelah Gadis Pantai terpapah berdiri, bujang menunjuk pada seprai yang dihiasi beberapa titik merah kecoklatan, berkata, “Sedikit kesakitan Mas Nganten, dan beberapa titik darah setelah setengah tahun ini tidaklah apa-apa.”
(Gadis Pantai, 2003: 73)

Murid-murid kelas 10 SMA antuasias sekali ketika saya bercerita bagian roman Pramoedya di atas. Mereka melongo, sambil cekikikan juga. Tentu saja yang cekikikan itu saya tembak pertanyaan, apa dugaan kamu tentang peristiwa yang baru saja terjadi?

Ada yang menduga Gadis Pantai baru saja menstruasi, ada pula yang menduga baru saja terjadi hubungan intim persetubuhan. Reaksi kelas tentu saja seru, beberapa lelaki tertawa-tawa, perempuan meringis. Saya atasi keriuhan kelas dengan berkata, “tenang, ini bukan bokep.” Kelas malah kembali tertawa.

Saya bilang, inilah asyiknya belajar novel, ada banyak cerita yang bisa kita pakai belajar hal-hal di luar sastra. Kita sedang belajar biologi reproduksi. It’s sex education! Murid dipersilakan menyampaikan apa pengetahuan mereka kepada teman lain di kelas. Tentu saja guru berperan untuk mengatur diskusi panas ini. Murid berpikir, apa yang terjadi pada seorang gadis usia 14 tahun jika ia melakukan hubungan seks dalam keadaan tak sadar? Mengapa ada luka dari tubuh si Gadis? Mengapa si Gadis kemudian mempertanyakan kecantikan dirinya? Apa yang terjadi pada psikis anak itu?

Ada murid yang bisa bilang bahwa Bendoro telah memperkosa Gadis Pantai. Ada juga kemudian yang bisa menyimpulkan bahwa luka tubuh bisa juga mengakibatkan luka batin. Ya, analisis bagus lahir dari pemahaman nalar yang baik. Nalar yang baik bisa ditempa di kelas sastra, yang isinya membaca karya dari rasa beragam ilmu lainnya.