Jadi, begini situasinya:
Seorang guru perempuan baru saja masuk ke kelas 10 setelah pelajaran olahraga. Terlihat sebagian murid perempuan dan lelaki sudah ada di sana. Beberapa merapikan pakaian olahraga, beberapa menyisir rambut, bersiap untuk pelajaran berikutnya. Tiba-tiba terdengar genjreng gitar dari barisan belakang. Si guru menengok, dan ia melihat seorang anak lelaki berdiri di sana, memakai baju seragam. Gitar berada di depan tubuhnya. “Oh, no!” kata si guru. Si anak lelaki memakai baju seragamnya, tetapi tidak celananya. Si guru menegur, meminta si anak memakai celananya segera. Lalu, si guru berbalik, menyiapkan papan tulis. Tiba-tiba gitar terdengar lagi. Rupanya si anak ini masih juga bermain dengan gitarnya, dan belum memakai celananya. Teman-teman lain mulai memperhatikan dia. Si guru akhirnya meminta si anak lelaki ini segera memakai celananya. Si guru menunggui sampai si anak selesai berpakaian. Si anak yang berbadan kecil dan terlihat polos itu kemudian memakai celana, ya… di depan guru perempuan dan teman-teman lainnya.
Mendengar kisah itu saya jadi sibuk bertanya-tanya:
– Mengapa si anak remaja tak malu hanya mengenakan celana dalam di kelas yang ramai?
– Mengapa si anak remaja lelaki ini tak malu bertelanjang sampai ditegur guru perempuan?
– Bagaimana cara mengajarkan kepada anak remaja tentang rasa malu?
– Apa mungkin si anak merasa bercelana-dalam sudah cukup baginya, sama seperti bercelana-renang ketika berenang?
– Sebenarnya apa fungsi pakaian: sekadar pelindung tubuh dari cuaca atau juga menimbulkan penghargaan atas tubuh?
– Bagaimana seharusnya orang tua mengajarkan tentang tubuh dan berpakaian pada anak?
Saya butuh banyak masukan dari semuanya. Mari kita diskusi!