Serdadu Kumbang

Harapan terlihat di kalimat Amek, anak kecil sumbing, tokoh dalam film Serdadu Kumbang, produksi Alenia Pictures. Harapan lulus Ujian Nasional terlihat di kata-kata Amek dan kawan-kawan, juga di Minun kakak Amek. Harapan-harapan lain tentang pendidikan terucap pula lewat mulut para pemeran film yang mengangkat banyak nama terkenal semacam Putu Wijaya, Titi Sjuman, dan Lukman Sardi itu.

Harapan juga muncul di diri saya sebagai penonton. Pun pada teman saya, yang juga seorang guru. Kami berharap film ini memberikan cerita pendidikan yang haru, inspiratif, dan mudah dicontoh anak-anak.

Ide cerita terbelah, antara pencapaian Ujian Nasional, peran Ayah penipu, cita-cita kanak-kanak, dan kegagalan sekolah sebagai institusi pendidikan. Ide yang menumpuk itu kemudian membuat penggarapan masalah menjadi tak dalam.

Saya tertarik pada kasus UN yang diangkat dalam film ini. Namun, ternyata perjuangan Amek dkk sebagai anak SD yang sudah pernah tidak lulus UN sebelumnya, tidak terlihat dengan maksimal. Ada penggambaran kegiatan belajar di sekolah, tetapi hanya sebatas belajar harian, bukan persiapan UN. Ada penggambaran kegiatan belajar tambahan yang dilakukan oleh Guru Imbok (Ririn Ekawati) tetapi motivasi guru itu tidak dibangun dengan apik. Sama pula tidak apiknya dengan akhir cerita yang mengejutkan, si Amek dapat operasi bibir sumbing gratis. Bagian ini mengagetkan sebab sejak awal penonton hanya disajikan sedikit keterangan bahwa dia ingin menjadi presenter berita. Dalam sinopsis dikatakan dia tidak percaya diri sebab sumbing itu menghalangi harapannya untuk menggapai cita-cita itu. Sementara sepanjang film, tidak ada penggarapan karakter yang dalam bahwa Amek bermasalah dengan kekurangan fisiknya.

Minun kakak Amek si pintar matematika, yang gagal lulus UN bersama 26 kawan lainnya, digambarkan mati terjatuh dari pohon sebab kecewa tak lulus ujian. Menurut saya ini adalah konflik besar, yang sayangnya tidak dibangun permasalahannya sejak awal. Tidak ada penggambaran bagaimana hebatnya perjuangan anak-anak SMP Bukit Mantar, Sumbawa itu mempersiapkan UN. Ketika tiba-tiba satu SMP itu tidak lulus, sementara satu SD yang sebangunan lulus, terasa ada yang sangat aneh.

Gambaran Pak Alim (Lukman Sardi) yang mendidik secara militer atau Kepala Sekolah (Dorman Borisman) yang tak peduli juga tidak mendukung masalah Ujian Nasional yang saya pikir bisa jadi isu utama yang sangat hebat. Apa pula fungsi Pak Ketut (Surya Saputra) seorang karyawan PT Newmont yang sangat hanya serupa tempelan di film ini? Kebetulan Newmont adalah sponsor utama, tetapi sayang sekali kehadiran sekolah Newmont di sini tak lebih dari tempelan semata. Orang awam pasti akan bingung, ada kegiatan apa itu Amek dkk berkunjung ke sekolah internasional tanpa ada penjelasan yang berkaitan dengan alur cerita?

Terlalu banyak deux et machina serba kebetulan yang tiba-tiba, atau lanturan yang tak terjelaskan. Amek main pacuan kuda, Amek operasi sumbing, Minun bisa menebus kuda seharga 4 juta, mengintip rok bu guru, atau bahkan kumbang yang tak terjelaskan sebagai metafora apa.

Sekali lagi akan jadi diskusi panjang, kepada siapa film ini ditujukan. Ini film tentang anak-anak atau film untuk anak. Saya dan teman guru saja tak paham betul, bagaimana dengan anak-anak? Harapan saya untuk dapat kisah garapan besar tentang pendidikan pun cerai. Tapi harapan sekadar mendapat hiburan film keluarga lumayan tergapai.

3 thoughts on “Serdadu Kumbang”

  1. Hmm.. justru bikin saya makin tergelitik untuk melihatnya secara langsung. Apakah benar separah itu atau hanya dari sudut pandang cikgu saja.. 🙂

    Umm..nice post! Keep writing miss.. 😉

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.