Hari ini Nelson Mandela meninggal dunia. Timeline twitter dipenuhi beragam kicau tentang dia. Muncul juga dua tiga tweet di timeline saya yang menampilkan gambar tweet anak remaja yang seragam bertanya “Siapa itu Nelson Mandela?”. Oh, mereka benar-benar tak tahu siapa tokoh Afrika jauh itu. Tengok di malesbanget ini deh bagaimana sebagian remaja sekarang buta sejarah dunia.
Saya sendiri senyum kecut melihat itu. Tidak aneh juga. Pelajaran sejarah memang ada di sekolah-sekolah, tapi tidak benar-benar ada. Bahkan ada juga sekolah yang tidak punya mata pelajaran sejarah. Dulu zaman tahun 80-90an ada yang namanya PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa) dan porsinya lumayan dipentingkan. Namun, setelah era itu pelajaran sejarah hanya pelajaran sampingan. Saya kurang tahu persisnya berapa jam pelajaran sejarah hadir untuk anak-anak di sekolah setiap pekan. Jadi, harap maklum kalau generasi 2000an ini tidak kenal pengetahuan sejarah, apalagi memahaminya.
Untungnya, awal semester lalu saya sempat menyempilkan materi sejarah di pelajaran sastra. Kelas 12 sedang belajar novel Bumi Manusia Pramoedya Ananta Toer. Mereka membaca bagian awal novel, ada tokoh Minke yang mendapat perlakuan kasar dari Herman Mellema yang berbeda ras dengannya. Lewat cerita ini, murid saya ajak untuk mencari tahu masalah sosial yang ada dalam novel. Saya memberi kata kunci “apartheid”, kemudian murid mencari tahu sendiri apa arti kata itu. Untuk anak yang tinggal di kota besar yang dekat dengan sumber informasi internet, tugas semacam ini tentu tak susah dilakukan.
Kerinton, Reggie, Audry, Pritta, Theo mempresentasikan Politik Apartheid di kelas 12
Dari proses riset itulah akhirnya mereka menemukan nama Nelson Mandela. Mereka jadi tahu siapa dia, apa yang dia alami di negaranya. Mereka juga menemukan foto-foto menarik (sebagian besar menyeramkan) tentang bagaimana kulit hitam dan putih dibedakan. Data dan foto itu mereka masukkan ke dalam slide powwrpoint. Mereka kemudian mempresentasikan hasil temuannya kepada teman-teman lain. Kostum tak lupa dipakai, untuk menunjukkan pemahaman mereka tentang isu rasial yang terjadi di Hindia Belanda.
Mungkin teman-teman yang sekadar mendengar presentasi tidak akan mendapatkan pemahaman dalam seperti murid yang mencari tahu sendiri tentang Mandela. Tapi setidaknya ada proses transfer pengetahuan. Mereka dapat ilmu sejarah langsung dari cerita temannya. Guru hanya bertindak sebagai mentor kelas. Ya, tugas guru di sini adalah menciptakan kondisi yang menumbuhkan hasrat belajar murid. Meski pelajaran sejarah tak ada di sekolah mereka, nyatanya bisa juga kok sejarah dihadirkan dari pelajaran lainnya. Kalau sudah ada pelajaran sejarah, ajaklah anak untuk belajar sendiri mengenal sejarah dengan cara yang asyik.
“If you talk to a man in a language he understands, that goes to his head. If you talk to him in his language, that goes to his heart.” – Nelson Mandela