Minggu lalu tiba-tiba ada teman kampus yang menghubungi via whatsapp. Dia cerita, katanya dia diminta mengajar murid SMP dan SMA sekolah Indonesia di Singapura. Pengalaman selama ini dia mengajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing), makanya dia agak bingung saat diminta mengajar kelas dengan kurikulum KTSP. Dia tanya, gimana cara ngajar sastra yang nggak membosankan? Kataku, wah panjang jawabannya. Kusarankan untuk baca aja blogku, ada banyak contoh cerita dan ngajar. Dia bilang lagi, iya dia sudah baca dan sudah pakai ide ngajar di sana. 🙂 Dia lanjut bilang lagi: di sekolah itu tidak tersedia novel, bahannya hanya cerpen dan puisi, dan itu pun yang mudah dicari di internet. Oke, pembicaraan itu yang akan aku bagi di sini sekarang. Sengaja bentuknya kayak chat, biar terasa asli aja. 🙂
Oke, puisi ya. Mulai dari objektif, murid bisa membedakan puisi lama dan baru, memahami ciri-cirinya, menganalisis, dan membuat.
Awalnya, lo sediakan handout, kasih contoh pantun syair gurindam dan puisi baru di satu paper. Group discussion, biarkan anak melihat langsung contoh itu dan mereka menyimpulkan, apa beda puisi-puisi itu.
Guru lalu bantu menyimpulkan hasil temuan, ini lho yang namanya pantun, syair, gurindam, soneta, dll. Jadi anak bukan dicekokin pengertian.
Setelah anak paham, kasih paper berikutnya. Sekarang ini ada pantun dan ada puisi Chairil. Sekarang cari berapa jumlah baris, jumlah suku kata per baris, rimanya gimana, sesuai unsur-unsur puisi. Anak bisa lihat, ooo beda ya puisi lama dan baru. Giring hingga menemukan bahwa ciri puisi lama serba terikat dan puisi baru serba bebas.
Next, anak sudah paham ciri-ciri. Baru mereka bisa diajak membuat. Ajak anak bikin pantun. Ini yang paling seru. Sebagai guide, guru bisa kasih contoh sampiran pantun. Jalan-jalan ke Pasar Minggu/ Jangan lupa beli pepaya. Nah minta anak buat isi baris 3-4.
Jenis pantun kan beda-beda. Dengan satu sampiran, bisa dibuat jadi beragam isi. Misalnya, buat pantun cinta dengan sampiran tadi. Lalu berikutnya pantun nasihat masih dari sampiran tadi.
Lalu minta anak berdiri dan bacakan hasilnya. Anak-anak lain bisa mendengar dan mengapresiasi. Sekaligus mengecek apakah pantun buatan temannya sudah memenuhi syarat pantun. Rimanya sudah benar belum? Isinya sesuai tidak? Back to floor. Anak yang jawab dan menilai hasil kerja temannya.
T: Kalo untuk pengajaran cerpen gimana? Gw kemarin baru coba. Minta mereka membaca dan ujung-ujungnya gw minta itu dijadikan sebuah naskah drama. Cuma gw gada ide lain bikin mereka tertarik. Kebetulan di kelas ada anak yang udah buat novel teenlit gitu dan udah diterbitin pula.
Balik lagi ke objektif pembelajaran. Ini paling mendasar dan acuan guru mau ngapain di kelas. Misalnya tujuan pembelajarannya adalah siswa mampu menganalisis cerpen. Maka semua kegiatan harus bertumpu ke situ.
Anak udah bisa bikin novel justru bisa lo ajak jadi semacam asisten untuk bantu jawab, kasih contoh ke temannya.
Itu bagus, cerpen dibuat drama. Berarti mengaplikasikan pemahaman sastra. Sebelum itu anak harus paham dulu analisisnya. Misalnya menemukan semua unsur intrinsik, baru kemudian bahas unsur ekstrinsik, baru kemudian merespon pemahaman. Bentuk merespon adalah cerpen jadi drama yang lo buat tadi.
Yah, demikian. Semoga bisa membantu. 🙂