1 Februari 2021
Batuk, pusing, demam tiba-tiba datang. Heru mengecek suhuku, 37.5. Langsung aku kirim whatsapp ke dokter Wisnu. Aku diresepkan obat-obatan ringan, mengingat kandungan yang sudah masuk trimester akhir. Aku juga lanjut mengajar online di rumah karena badan rasanya masih bisa diajak kerja sama, meski sebetulnya nggreges sih walau masih bisa dilawan. Bismillah, semoga cuma sakit ringan aja.
9-10 Februari 2021
Batuk-batuk sejak 1 Februari itu belum reda juga. Bahkan sering bikin sakit di perut bawah. Lalu pagi ini, tiba-tiba saat pipis keluar gumpalan darah. Aku takut, lalu buru-buru menghubungi dokter. Ia menyarankan untuk ke RS segera. Usia bayi baru 35 minggu, masih belum waktunya keluar dulu. Dokter bilang mesti rekam jantung bayi dan perkuat paru-paru.
Sampai di IGD Permata Ibu, Heru mengurus segalanya. Termasuk permintaan swab antigen karena aku mengalami gejala covid. Aku cuma bisa berbaring di bed, berdoa terus semoga si bayi aman. Ada perawat datang yang kemudian melakukan pemeriksaan dalam. Kudengar dari jauh, ternyata sudah pembukaan satu. Duh, aku takut dan merasa belum siap kalau terpaksa harus melahirkan saat itu. Aku merasa si bayi belum cukup bulan juga.
Hasil swab antigen muncul, ternyata aku positif. Langsung dokter mengarahkan langsung tes swab PCR. Keesokan harinya, hasil PCR keluar dan… positif.
Ohh, baru kusadari, ternyata sakit yang kurasa sejak 1 Februari itu adalah gejala covid. Ya ampun, aku masih kerja mengajar sambil batuk-batuk, duduk tak nyaman karena perut besar dan sakit, rupanya aku sudah terinfeksi virus covid-19. Heru juga langsung tes dan alhamdulillah hasilnya negatif. Oh, aku sedih dan takut, terutama mikir keamanan si bayi. π
Untungnya hanya batuk yang terasa dominan, tak ada sesak dll. Kondisi bayi ternyata aman. Maka kemudian aku diperbolehkan isolasi mandiri di rumah. Aku dibekali sejumlah obat-obatan dan penguat. Semoga si bayi bisa bertahan dulu di dalam kandungan sampai target lahiran akhir bulan Februari, sesuai yang direncanakan.
14 Februari 2021
Magrib aku merasa mulas-mulas. Kupikir mau pup, tapi flek darah keluar lagi. Juga ada cairan bening yang kupikir air pipis. Oh, ternyata itu ketuban yang merembes.
Untungnya aku sudah sempat beres-beres baju dan keperluan bayi dan ditaruh dalam satu koper. Heru kemudian memutuskan kami ke UGD segera. Perasaan kami, inilah waktunya. Terserah Tuhan aja.
Yang kurasa, segalanya berlangsung cepat. Aku diperiksa macam-macam dan diputuskan akan menjalani operasi melahirkan caesar. Heru melepasku di pintu ruang operasi sambil bilang “Yang kuat, ya.” Kubalas “Doakan, ya.”
Di meja operasi, sebelum mulai, aku terbatuk lagi. Dari balik face shield dan masker yang kupakai, bisa kudengar dokter Wisnu bilang, “Ayo, Bu, jangan batuk…”. Yatapi gimana, huhu. Lalu setengah sadar aku bisa merasakan perut diutak-atik, dokter sibuk bekerja, dan kemudian terdengar suara tangis yang begitu keras. “Laki-laki, ya, Bu. Selamat.” Hamdallah. Lalu aku merasakan pusing hebat. Kucoba bicara ke dokter anestesi dan setelah itu aku tak sadar diri.
Usai terbangun dan muntah, aku dipindahkan langsung ke ruang isolasi covid. Si bayi juga masuk ruang isolasi bayi, terpisah dari bayi-bayi lain. Heru juga tak bisa menemui aku dan si bayi. Sejadi-jadinya tangisku pecah. Kami bertiga terpaksa mesti berpisah.
Keesokan hari baru aku mulai bisa pegang hape, dan aku sambil menangis minta dikirimkan foto atau video si bayi.
Oh, ini dia si anak lelaki yang kami tunggu tujuh tahun, yang lahir di malam hari 14 Februari, yang semoga memberi dan selalu diberi kasih sayang oleh banyak orang. Si bayi yang kami beri nama ARUTALA MAINAKI, dari bahasa Sanskerta dan Jawa, sang rembulan yang membuat senang banyak orang.
Kami diminta menunggu kembali. Aku harus dirawat di ruang isolasi sampai tes swab PCR berikutnya negatif. Aru, si bayi kecil itu, harus swab test juga sampai dua kali. Ahamdulillah negatif. Heru kemudian berniat membawa Aru pulang ke rumah. Rumah sakit mensyaratkan Heru menyediakan hasil swab test ulang dirinya. Oh, Tuhan menguji lagi. Heru yang terus bolak balik selama aku dirawat beberapa hari di RS, akhirnya positif covid. Sedih dan bingung dia, jadi sampai kapan kami bertiga bisa bertemu?
Akhirnya Heru memanggil bapak ibuku, mereka ditest swab juga untuk bisa merawat dan membawa Aru pulang. Untunglah keduanya negatif. Jadi, Aru pulang bersama kakek neneknya.
Aku baru kemudian hari menyusul pulang, tapi tetap menjaga jarak dari Aru, tetap belum bisa pegang cium Aru. Aku lanjut isoman dan memompa ASI untuk diberikan ke Aru di kamar sebelah. Sementara Heru, dia isolasi mandiri di hotel dekat rumah.
28 Februari 2021
Akhirnya Heru membawa hasil swab test barunya, negatif! Waktunya pulang ke rumah!
Haru betul lihat Aru akhirnya digendong papanya. Semoga setelah ini Tuhan berikan segala kesehatan dan kemudahan untuk kita semua, juga untuk kamu hai pembaca.