Kita Bisa Asalkan Mau

Kayaknya selalu deh setelah kegiatan nari aku membuat refleksi “semua orang bisa mempelajari sesuatu asalkan MAU”. Yaa gimana enggak, setiap kali ada proyek nari di sekolah, hal ini pasti selalu terbukti.

Dua minggu lalu aku dikasih tugas Pak Level Head untuk mengurus murid kelas 10 mementaskan satu tarian dengan lagu mandarin untuk acara Chinese New Year 2017. Aku akhirnya colek beberapa murid yang sudah pernah menari sebelumnya di acara lain. Tapi ternyata ada anak-anak lain yang bilang MAU ikutan. Jujur, pikiranku waktu itu picik banget (maafkan saya ya…). Aku sempat berpikir dalam hati: Hmm, apa kamu bisa, gerakan kamu kaku banget gitu? Apa kamu bisa, kan kaki kamu flat feet? (FYI, dia nggak bisa jongkok). Badan kamu besar, apa bisa nari lincah? (Mungkin ini karena aku pernah punya murid yang kegemukan sampai nggak bisa jinjit).

atas: Hellena, Alya, Diani, Callista       bawah: Khalisha, Danella, Akiela, Metari (Grade 10 – 2017)

Lalu aku ingat, apa sih yang nggak bisa kita lakukan asalkan ada kemauan? Lagipula setelah ngobrol aku baru tahu bahwa ternyata anak-anak ini punya pengalaman nari sebelumnya, pernah nari Ratoh Jaroe dan Panji Semirang. Malu aku pernah berpikir nggak adil. Aku kubur prasangka negatif dan mulailah kami berlatih. Total cuma tiga kali pertemuan. Setiap latihan direkam dalam video, share di line group, jadi mereka bisa buka ulang dan periksa mana gerakan yang masih harus diperbaiki. Selebihnya aku minta mereka latihan sendiri di rumah dan minta mereka bayangkan sampai masuk ke dalam mimpi.

Drama kecil jelang hari H

Pas GR sehari sebelum hari H, ada drama kecil. Satu penari sakit. Aku lumayan cemas karena kalau dia tidak bisa datang di hari H, berarti pola lantai tariannya akan berbeda. Artinya harus berubah lagi. Artinya harus penyesuaian lagi. Akhirnya waktu GR, aku rekam video mereka dan jadinya anak yang sakit itu bisa belajar blocking di rumah. Dan… thank God, dia bisa datang di hari H.

Yang penting mau

Pentas nari 4 menit itu terjadi juga. Ada kesalahan minor sih, tapi buatku itu gapapa banget mengingat latihan yang cuma tiga kali itu. Dan yang penting, mereka mau dan mereka bisa! Terutama anak-anak yang sempat kuragukan dalam hati itu, mereka mematahkan pradugaku (so proud of you, girls! ❤). Kalau waktu latihan bisa lebih lama, aku yakin deh mereka bisa persembahkan yang jauh lebih bagus.

Jadi sekali lagi aku harus garis bawahi: Mempelajari atau melakukan apapun akan sangat asyik dijalani kalau kita MAU dan NIAT. Juga ingat lagi apa kata PAT: Adil sejak dalam pikiran.

Our mirror selfie after perform :)) Thank you so much for “the lesson” :*

 

Sekali lagi, Belajar Menari dari Youtube

Awalnya mau belajar menari Wira Pertiwi adalah karena permintaan. Ada acara Archery Competition di sekolah tengah bulan Februari, dan PIC acaranya meminta saya untuk mengisi pembukaan dengan tarian tradisional. Ya, karena acaranya lomba panah, makanya saya cari tarian yang pakai properti panah. Di Youtube saya nemu video tari Wira Pertiwi ini di link ini: https://www.youtube.com/watch?v=SuMPEAxP9cA. Sekali lihat langsung jatuh cinta. Gerakan srikandi pemanah di video itu bagus banget! Benar-benar menggambarkan seorang wira (pahlawan) yang seorang pertiwi (perempuan) yang tegas, sigap, berani, mengamankan keraton Jawa dari marabahaya. Tari Wira Pertiwi ini adalah tari kreasi Bagong Kussudiardja, dan video yang saya sebut tadi dibuat di Pusat Latihan Tari Bagong Kussudiardja Jogjakarta. Pas sudah, video ini saya pakai buat acuan belajar.

Akan tetapiii, acara Archery Competition itu tidak jadi menyiapkan slot pembukaan pakai tarian tradisional. Sedih juga, padahal niat belajarnya sudah kenceng banget, dan sudah jalan dua minggu latihan sendiri di rumah. Step by step saya tiru langkah penari di video itu. Sambil membayang-bayangkan setiap malam sebelum tidur. Sampai akhirnya saya hapal. Again, the power of visual learning. Thanks, Youtube!

Untungnya bulan April ada acara Indonesian Cultural Week, yang kebetulan tahun ini diadakan tanggal 21 April, pas di Hari Kartini. Jadinya saya ajukan saja ke panitia, saya mau ajak guru-guru menarikan Wira Pertiwi ini. Kenapa bukan ajak siswa? Karena untuk siswa, saya ada project lain, ethnic hiphop dance namanya.

Oke, latihan dimulai dan tantangan datang. Tantangan kali ini ada dua. Pertama, ini tarian Jawa yang di mata saya kayaknya susah banget. Ya itu tadi, harus bisa gagah seperti jagoan panah, sekaligus lembut juga seperti perempuan anggun. Benar-benar saya cuma bisa mengandalkan Youtube karena memang tidak ada budget untuk sewa pelatih tari. Sekaligus saya harus mengajarkan gerakan ke guru-guru lainnya. Padahal saya juga baru belajar sebulan sebelumnya.

Tantangan kedua adalah partner nari kali ini adalah ibu-ibu yang awam menari. Tapi buat saya yang penting mereka punya NIAT BELAJAR. Itu pasti bisa mengalahkan segalanya. Ekspektasi dibuat sederhana, yaitu kami semua hapal gerakan dan mengikuti pola lantai yang rapi. Saya yakin pasti bisa! Lagian ternyata proses belajarnya menyenangkan banget. Miss Diona yang guru biologi aktif bertanya dan aktif ngajak berlatih, bahkan beli panah mainan bocah buat properti latihan. Miss Emma yang guru matematika suka pakai hitungan, tidak ragu bertanya dan konfirmasi. Sementara Miss Retno yang guru fisika lebih seru lagi. Dia sangat suka pakai hitungan di setiap gerakan, plus dia orang yang sulit membedakan kanan dan kiri. Kebayang kan, gimana rempongnya kami saat latihan. :))

Rempong berikutnya adalah tentang kostum. Kami semua berkerudung jadi kami akhirnya beli kerudung jaring untuk hiasan kepala. Biar gampang juga ditusuk konde dan hiasan bunga. Sementara kostum, kan itu all size ya, jadinya yaa dipas-pasin dengan beragam ukuran tubuh kami. Yang tinggi seperti Diona jadinya celananya ngatung. Miss Emma juga tinggi, dan dia nggak mau kakinya terlihat, jadinya dia pakai manset. Miss Retno dan saya, hmm kami mengandalkan korset dan slimming suit. :))

Harinya tiba, dan seperti inilah kami bergaya.

photo (5) (Kiri-kanan) Bawah: Miss Emma, Miss Diona. Atas: Miss Retno, saya.

 

DSC_1145

Ini foto saat pentas di hall sekolah. Menurut penonton sih, cakep kelihatannya. 😀

Kalau mau lihat videonya, bisa diklik di sini: wira pertiwi 1

Yang kualitas videonya lebih bagus, waktu menarikan ini di acara wisuda kelas 12 tanggal 23 April. Nah, videonya ada di sini: wira pertiwi 2

 

 

Soyong Kusayang

IMG_4237

Tari Soyong sangat berkesan buat saya. Sebulan sebelum tampil, mulanya saya diminta untuk menampilkan tarian untuk acara Internationalism Week di sekolah. Ceritanya pertunjukan untuk mewakili negara Indonesia. Kebetulan tanggal perayaannya adalah 28 Oktober 2015, Hari Sumpah Pemuda. Jadi, motivasi untuk mengiyakan tawaran itu jadi semakin kuat.

Masalahnya… saya tidak tahu siapa yang harus saya ajak menari. Murid yang biasa menari bersama saya sudah kelas 12 dan tidak bisa diganggu. Yang tampil harus dari kelas 10 atau 11. Jadinya saya mencoba menghubungi Vivi, satu anak yang gabung di ekskul tari tahun kemarin, dan saya cari dua orang lagi, siapa saja yang mau deh. Akhirnya ketemulah Aya dan Miranda dari kelas 10. Kenapa saya pilih mereka? Gampang saja. Karena mereka mau. Punya hasrat. Mau belajar. Mau mencoba. Itu kan yang terpenting?

Kami mempelajari tari itu lewat Youtube – Tari Soyong. Masing-masing dari kami mempelajari sendiri di rumah. Kemudian kami berlatih beberapa kali pertemuan. Iya, saya jadi murid juga. Namun, karena saya berstatus guru, jadinya ya mereka masih juga minta diajari. Padahal kami sama-sama belajar dari nol juga.

Saya belajar lebih dari sekadar menari lewat Soyong ini. Saya belajar gemulai karena ini pertama kalinya saya nari Jawa. Belajar menginstruksikan gerakan, terutama kepada Aya yang kidal. Belajar menularkan pede ke Aya dan Miranda yang baru pertama kali tampil nari. Belajar sabar menghadapi waktu latihan yang cuma sebulan. Plus juga belajar irit mengurus kostum, sampur, dan asesoris yang merogoh kantong sendiri (itu semua yang dipakai penari saya beli dengan harga murah terbaik di Tokopedia. 🙂 Nah, obi kuning itu saya jahit sendiri.)

Kenangan tentang Tari Soyong bikin hati senang, bahagia. Apalagi saat Aya bilang, “Ms, thank you udah ngasih kesempatan aku buat nari. Aku jadi jauh lebih percaya diri. Terima kasih karena udah ngajarin aku berbagai macam hal.” Aih, makin sayang rasanya sama Soyong. <3

photo (4)

Jadi Abang Sirih Kuning

Iya, saya jadi abang Betawi. Sendiri, mengiringi 8 penari perempuan menarikan tari Sirih Kuning. Dan ya, lengkap dengan make up kumis halus dan jambang. 😁

Jadi ceritanya begini. Ada acara SCP Culmination, puncak pementasan hasil belajar di kelas ekskul. Nah, saya dan murid SCP Cultural Dance lalu menyiapkan diri berlatih selama 10 pertemuan atau kurang lebih 10 jam. Saya diberi tahu pelatih tarinya bahwa tari Sirih Kuning ini adalah tari pergaulan perempuan dan lelaki. Saat saya cek di Youtube, rupanya kombinasi gerakan perempuan lelaki ini lucu dan seru banget! Entah kenapa, saya kepikiran pengen jadi penari laki! Pas saya ajukan ke pelatih, eh ternyata diperbolehkan. Tapi murid saya semuanya mau jadi penari perempuan, tidak ada yang mau jadi penari lelaki juga. Jadilah saya berpasangan dengan salah satu murid, Qilla namanya. Yang lainnya membentuk pola lain dan menari di sekitar kami. Saya paksa diri saya untuk berlatih sendiri di luar kelas. Terutama latihan gerakan silatnya yang lumayan susah. 😌

Hari H, Rabu 11 Maret 2015. Nggak biasanya, perut saya mules, degdegan banget. Aneh rasanya. Kata murid saya, itu karena saya akan kelihatan beda sendiri nanti. Kata pelatih, santai aja, justru sendirian akan membebaskan diri dari ketidakkompakan. Sendirian juga bisa lebih enak untuk mengeksplorasi gerak. Pelatih juga mengingatkan, harus centil tengil, total maksimal menggoda si penari perempuan. Okeh, bismillah. Tu panggung gue beriii! 😄

 

Belajar Menari Lewat Media Digital

Saya baru saja membuktikan: Tak ada yang tak mungkin dipelajari sendiri di era digital sekarang ini.

Awalnya, sebulan lalu datanglah tawaran pentas menari di acara Internationalism Day 2014 di sekolah tempat saya bekerja. Saya lalu berpikir untuk menampilkan sebuah tarian India. Tapi, saya belum pernah sama sekali menari India. Tak ada juga guru yang bisa mengajar langsung. Maka… saya ajak murid saya untuk belajar lewat video Youtube. PIlihan kami jatuh pada tarian Barso re Megha koreografi Manpreet & Naina, duo penari India-Amerika. Saya sendiri jatuh cinta pada tarian mereka di VIDEO INI.

Rupanya, saya dan Christie, murid saya ini, punya cara belajar yang berbeda. Saya visual learner. Saya putar video tarian itu berkali-kali dan saya contek dan coba lakukan gerakannya. Sementara Christie, dia tipe kinestetik. Dia lebih suka melihat saya langsung menari, kemudian dia mencoba setiap gerakan dengan detail. Begitulah kami belajar sendiri di rumah, dan berlatih bersama di ruang kelas atau ruang tari. Ketika menemui gerakan yang sulit, kami mengimprovisasi dengan gerakan baru yang lebih sesuai dengan kemampuan kami. Jelang hari H, saya mengulang-ulang mendengar lagu tarian ini di handphone, sambil memejamkan mata dan membayangkan gerakannya. Sementara Christie, dia berlatih sendiri melakukan gerakannya di rumah.

Datanglah hari H! Deg-deg-fun!

Simak sendiri ya hasil belajar menari saya di VIDEO INI. Selamat menyaksikan!

india