Wisata Sastra yang Memperkaya Jiwa (1)

Serius. Wisata sastra Burung-Burung Manyar yang kemarin kulakukan benar-benar memperkaya jiwa. Sejak awal, perjalanan ini sudah jadi mimpi kami, para guru Bahasa Indonesia pencinta sastra. Kami bahkan mensurvei lokasi di akhir tahun 2017, seperti yang kutulis di  sini (klik ya untuk curi ide itinerary-nya). Makanya puji Tuhan akhirnya Miss Heny dan Mr. Roys jadi mewujudkan trip ini, dan aku diculik serta untuk ngangon murid. :))

Akademi Militer Magelang

Pada dasarnya aku suka mempelajari kasus-kasus sejarah yang berurusan dengan militer. Makanya aku antusias dengan sekolah yang mendidik tentara ini. Di dalamnya kami dibawa keliling kompleks dan museum. Kami akhirnya melihat bukti seragam papi Teto waktu sekolah di Akademi Militer Breda Holland. Kayak ini.

Lihat koleksi seragam, tanda pangkat, alat musik, tempat tidur taruna, foto-foto taruna terbaik, patung Gatot Soebroto yang konon katanya satu-satunya tentara Indonesia yang berjenggot, foto-foto jenderal (yang paling gede adalah foto SBY), dan yang terkeren adalah lihat koleksi senjata (termasuk senjata berlapis emas).

Seorang murid bertanya padaku. Dari info yang kami dapat, seorang tentara bisa mencapai pangkat tinggi haruslah melalui “sekolah” atau pendidikan tambahan lagi. Lalu, gimana dengan yang nggak bisa lanjut, atau sebetulnya cerdas tapi tidak ada peluang untuk naik pangkat? Bisa jadi akan stuck di suatu posisi belasan tahun, dong? Ya… nyatanya begitulah. Ada juga yang mungkin pintar cari koneksi hingga akhirnya bisa dapat pangkat tinggi. Kalau hitung-hitungannya uang, tentara rendahan banyak cerita sedihnya. Namun kalau diukur demi pengabdian pada negara, bisa jadi mereka cukup puas dengan apa yang mereka terima. Aku dan muridku itu berdiskusi panjang dan akhirnya kami keluar kompleks AkMil dengan perasaan haru.

Rumah Sakit Jiwa Kramat atau RSJ Soerojo

Masih di Kota Magelang, kami melipir ke latar tempat Marice, mami Teto, ditemukan. Kami diterima di aula dan diberi penjelasan tentang sejarah RSJ Prof. Dr. Soerojo lewat film hitam putih koleksi Belanda. Cerita menariknya bisa kamu baca di situs ini.

Petugas sekaligus perawat yang menerima kami juga bercerita. Zaman penjajahan Belanda dulu, pasien gangguan jiwa diobati dengan hydrotherapy, pasien dibungkus handuk basah, atau dicelup ke air hangat atau air dingin. Efektif menyembuhkan atau enggak, entah. Coba baca ini deh: artikel tentang Charles Darwin coba terapi ini. Serem bayanginnya.

Kami kemudian diajak berjalan melihat-lihat bangsal perawatan. Sebelumnya kami diingatkan untuk tidak mengambil foto atau video demi privasi pasien dan keluarganya. Sebaiknya juga tidak mengumbar pegang ponsel, karena katanya suka ada pasien yang mau pinjam, kangen dengan keluarga yang jarang menjenguknya. 🙁

Sepanjang jalan kami melihat pasien yang dirawat di bangsal yang luas dan berteralis. Ada juga pasien yang berjalan-jalan di luar kamar bangsal, mengiringi kami jalan. Ini berarti dia pasien yang dianggap cukup bisa berinteraksi secara aman dengan orang lain. Murid-muridku sempat canggung dan takut juga mau bersikap gimana.

Kami mampir ke bangsal rehab, bertemu beberapa pasien yang menjalani konseling dengan perawat. Ada empat pasien ibu-ibu di sana dengan pemicu sakit yang berbeda-beda. Ada yang akibat gagal balik modal setelah usaha salak pondohnya jatuh harga, ada yang karena ditinggal mati anaknya. 🙁

Perawat di sana memperlihatkan langsung ke kami bahwa pasien gangguan jiwa kebanyakan tidak berbahaya. (Yang berbahaya juga ada, tapi mereka ditempatkan di bangsal khusus). Kita harus lebih bisa berempati, ajak mereka bicara, agar lebih cepat sembuh dan kembali hidup normal di masyarakat.

Pulangnya aku dan Miss Heny membeli prakarya buatan pasien. Ada topeng dan sarung bantal batik. Ada banyak lagi pernak-pernik lain sebagai bentuk terapi jiwa pasien. Aku juga sempat lihat alat-alat musik dan kostum tari. Rupanya pasien dan petugas juga sering pentas seni pertunjukan. Keren ya! Sekali lagi ini adalah wujud nyata moto RS ini: bersama menjadi bintang. Artinya pasien, perawat, dokter, dan semua petugas RS bersama-sama mewujudkan cita-cita pasien untuk hidup sehat jiwa raga dan bisa menjadi apa pun yang mereka inginkan. ❤

Ini cerita hari pertama (Kamis, 22 Maret 2018). Cerita hari kedua boleh lho diklik di sini. 🙂