Girang! Itu perasaan saya ketika tahu sekolah tempat saya bekerja mengadakan konser musik. Pensi, istilahnya, pentas seni dan kreasi anak sekolah, seperti yang saya pernah gandrungi sewaktu masa sekolah menengah. Yang segera terbayang adalah kegirangan loncat-loncat mendengar dentum musik dengan dandanan ala remaja. Saya ingat betul, sekolah SMA saya dulu mengundang PAS band. Waktu itu saya merasa seperti anggota keenam geng Cinta dalam film Ada Apa dengan Cinta. Hidup ini hanya kepingan yang terasing di lautan…
Kegirangan saya murni terjadi karena saya ingin mengingat kenangan serunya masa sekolah. Beberapa waktu belakangan saya masih sering menonton konser musik, tapi itu bukan pensi sekolah. Nah ini, ada kesempatan di kandang sendiri, maka kata girang itu begitu menjadi-jadi.
Saya tumpahkan kegirangan saya dengan membeli 10 tiket. Saya sebar infonya di twitter, berharap ada kawan yang sama rasa, ingin membunuh kangen masa sekolah. Beberapa teman menyahut, janji bertaut. Namun sebagian membatalkan karena urusan pekerjaan. Ah, betapa kini pekerjaan sering menahan kita untuk bersenang-senang.
Namun, berkah akan lari kepada orang yang tepat. Secara kebetulan teman saya bilang ia punya anak asuh usia remaja yang tentu akan sangat senang jika bisa datang ke konser musik. Sungguh, itu adalah rejeki mereka. Jadilah tiket itu milik tiga murid sekolah keperawatan di ujung Serpong. Semoga sekolah raksasa tempatku bekerja menerima mereka dengan hangat.
Saya tidak tahu apakah murid-murid bisa menangkap kegirangan saya. Saya merasa banyak tebar senyum ke setiap murid yang menyapa ketika amprokan, lalu banyak cengengesan ketika mereka menggoda sebab di sebelah saya ada kawan lelaki. Mungkin mereka merasa bingung kenapa gurunya berlagak seperti mereka. Kenapa gurunya bisa kenal dengan band pengisi acara. Jessica, murid saya usia remaja, tampak aneh kenapa saya bisa tiba-tiba nongkrong bareng band Lunarian di ruang tunggu artis. Saya bilang saja, saya teman mereka. Lalu dia berseru, “Ih, Miss gaul dong yaa!”
Ini pensi terlucu sebab saya menjadi penonton yang serupa artis. Rasanya mata murid tak lepas mengamat-amati saya. Mungkin rasanya lucu melihat guru mereka bergoyang mendengar Endah n Rhesa. Itu tak biasa sebab guru-guru yang lain memilih tidak datang atau sekedar duduk dan mengamati dari jauh saja. Lebih aneh lagi ketika murid panitia melihat saya tiba-tiba di belakang panggung, menemui Nobie dan Angkuy Bottlesmoker dan ngobrol dengan mereka. Ah, agaknya mereka lupa usia saya tak jauh dari mereka. 😀
Namun, kegirangan saya agak buyar usai hadirnya sebuah SMS. Dari Wanto dan Heri, remaja penjaga konter pulsa di sebelah sekolah raksasa ini. “Mbak, di dalam ada konser ya? Siapa artisnya? Mintain tiket masuk kek. Hehe.” Saya langsung merasa tak enak. Mereka itu kedua teman baru saya di kampung Lengkong belakang BSD City ini. Saya cuma bisa bilang “Maaf ya, gak ada tiket lagi. Artisnya Netral.” Mereka membalas, “Netralnya masih ngopi nih di konter, hhe. Tp kok suaranya gak kedengeran ya?” Ah, jelas saja tak terdengar. Gedung serba guna itu agak kedap suara, letaknya pun jauh di tengah area sekolah yang begitu luas. Riuh teriak remaja pun tak terbagi ke lingkungan sekitar. Semua terpendam hanya untuk yang berada di dalam.
Konser selesai tengah malam. Saya tahu konter pulsa itu masih buka. Entah mengapa ketika pulang, saya mengambil jalan lain, dengan kesengajaan agar tak terlihat Wanto dan Herri. Saya kirimi mereka pesan, semoga lain kali saya bisa berbagi kegirangan dengan mereka.